A. Definisi Kepimimpinan
Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi
mengenai kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang
telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun
demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur
yang sama.
Sarros dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as the
purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly
agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or
common good". Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat
didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk
mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan
bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi.
Sedangkan menurut Anderson (1988), "leadership means using power to
influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve
high performance".
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara lain:
Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu
para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus
memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun
demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan
ada juga.
Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan
kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk
mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968),
kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
1. Reward Power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan
kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
2. Coercive Power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak
mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
3. Legitimate Power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya.
4. Referent Power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan)
bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan
pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau
karismanya.
5. Expert Power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian
dalam bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan
yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri
(integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan
(cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan
(commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence)
dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam
membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali
disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda.
Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh
Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar
sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat
("managers are people who do things right and leaders are people who do
the right thing, "). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki
bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan
agar kita mendaki tangga seefisien mungkin.
Tipologi Kepemimpinan
Tipologi kepemimpinan disusun dengan titik tolak interaksi personal yang
ada dalam kelompok . Tipe-tipe pemimpin dalam tipologi ini dapat
dikelompokkan dalam kelompok tipe berdasarkan jenis-jenisnya antara lain:
1. Tipe Otokratis (Outhoritative, Dominator)
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain:
· Mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi,
· Pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal,
· Berambisi untuk merajai situasi,
· Setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri,
· Bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan,
· Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi,
· Adanya sikap eksklusivisme,
· Selalu ingin berkuasa secara absolut,
· Sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku,
· Pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.
2. Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang
pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi
militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang
pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut :
· Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya;
· Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan;
· Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan;
· Sukar menerima kritikan dari bawahannya;
· Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
3. Tipe Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan ini lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan/keibuandengan sifat-sifat sebagai berikut:
· mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan,
· mereka bersikap terlalu melindungi,
· mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri,
· mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif,
· mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada
pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas
mereka sendiri,
· selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
4. Tipe Kharismatis
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan
pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia
mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal
yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan
ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman,
yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang
kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada
pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan
pengaruh dan daya tarik yang amat besar.
5. Tipe Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia
membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri.
Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya.
Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya
sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki
keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak
buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan
suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya
diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme.
Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan
kacau balau.
6. Tipe Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan
bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi
pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab
internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan
kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi
terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok. Kepemimpinan
demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat
dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan
bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota
seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepemimpinan
Dalam melaksanakan tugas kepemimpina mempebgaruhi orang atau kelompok
menuju tujuan tertentu,kita pemimpin, dipengaruhi oleh beberapa factor.
Factor-faktor itu berasal dari diri kita sendiri,pandangan kita terhadap
manusia, keadaan kelompok dan situasi waktu kepemimpina kita
laksanakan.
Orang yang memandang kepemimpinan sebagai status dan hak untuk
memdapatkan fasilitas, uang, barang, jelas akan menunjukkan praktek
kepemimpinan yang tidak sama dengan orang yang mengartikan kepemimpinan
sebagai pelayanan kesejahtraan orang yang dipimpinnya. Factor-faktor
yang berasal dari kita sendiri yang mempengaruhi kepemimpina kita adalah
pengertian kita tentang kepemimpinan, nilai atau hal yang kita kejar
dalam kepemimpinan, cara kita menduduki tingkat pemimpin dan pengalaman
yang kita miliki dalam bidang kepemimpinan.
Implikasi Teori Kepemimpinan Terhadap Pengembangan Sistem Komunikasi Organisasi
Teori Managerial Grid
Teori dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jane S. Mouton yang
membedakan dua dimensi dalam kepemimpinan, yaitu “concern for people”
dan “concern for production”. Pada dasarnya teorimanagerial grid ini
mengenal lima gaya kepemimpinan yang didasarkan atas dua aspek tersebut,
yaitu :
1. Improvised artinya pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit
untuk menyelesaikan tugas tertentu dan hal ini dianggap cukup untuk
mempertahankan organisasi.
2. Country Club artinya kepemimpinann didasarkan kepada hubungan
informal antara individu artinya perhatian akan kebutuhan individu
dengan persahabatan dan menimbulkan suasana organisasi dan tempo kerja
yang nyaman dan ramah.
3. Team yaitu kepemimpinan yang didasarkan bahwa keberhasilan suatu
organisasi tergantung kepada hasil kerja sejumlah individu yang penuh
dengan pengabdian dan komitmen. Tekanan untama terletak pada
kepemimpinan kelompok yang satu sama lain saling memerlukan. Dasar dari
kepemimpinan kelompok ini adalah kepercayaan dan penghargaan.
4. Task artinya pemimpin memandang efisiensi kerja sebagai factor
utama keberhasilan organisasi. Penampilan terletak pada penampilan
individu dalam organisasi.
5. Midle Road artinya kepemimpinan yang menekankan pada tingkat
keseimbangan antara tugas dan hubungan manusiawi , dengan kata lain
kinerja organisasi yang mencukupi dimungkinkan melalui penyeimbangan
kebutuhan untuk bekerja dengan memelihara moral individu pada tingkat
yang memuaskan.
· Implikasi Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi
Dalam teori manajerial grid terdapat dua orientasi yang dijadikan ukuran
yaitu berfokus pada manusia dan pada tugas. Hal ini menunjukkan bahwa
pentingnya hubungan antar individu dalam menyelesaikan tugas yang
diberikan kepada bawahan. Sebagai seorang pemimpin, bertugas memberikan
arahan serta bimbingan terhadap bawahannya, sehingga mereka dapat
mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Implikasi teori ini terhadap
system komunikasi organisasi adalah bahwa teori ini memandang pentingnya
komunikasi dalam menjalankan kepemimpinan dengan lima gaya yang berbeda
dari para pemimpin. Adanya orientasi terhadap dua aspek tersebut
menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam organisasi harus memperhatikan
hubungan antar individu satu dengan lainnya sebagai motivasi dalam
mengerjakan tugas. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu terjun
diberbagai kalangan baik itu dengan para pimpinan lainnya, maupun dengan
bawahan sebagai asset berharga organisasi. Semua ini terjalin apbila
pemimpin tersebut memiliki pendekatan perilaku yang baik. Hal ini
membutuhkan komunikasi yang efektif.
Menurut Blake dan Mouton, gaya kepemimpinan team merupakan gaya
kepemimpinan yang paling disukai. Kepemimpinan gaya ini berdasarkan
integrasi dari dua kepentingan yaitu pekerjaan dan manusia. Pada
umumnya, kepemimpinan gaya team berasumsi bahwa orang akan menghasilkan
sesuatu apabila mereka memperoleh kesempatan untuk melakukan pekerjaan
yang berarti. Selain itu, dalam kepemimpinan gaya team terdapat
kesepkatan untuk melibatkan anggota organisasi dalam pengambilan
keputusan dengan maksud mempergunakan kemampuan mereka untuk memperoleh
hasil yang terbaik yang mungkin dapat dicapai.
Teori X dan Y
Teori ini dikemukakan oleh Douglas Mc. Gregor (1967), yang memiliki
pandangan berbeda mengenai manusia yaitu pada dasarnya manusia bersifat
negative (Teori X), dan bersifat positif (Teori Y). Mc. Gregor
menyimpulkan bahwa pandangan seorang manajer tentang sifat manusia
didasarkan pada pengelompkkkan asumsi tertentu dan manajer tersebut
cenderung membentuk perilakunya terhadap bawahan sesuai dengan asumsi
tersebut. Dalam teori X, terdapat empat asumsi, diantaranya :
1. Bawahan tidak suka bekerja dan bilamana mungkin, akan berusaha menghindarinya
2. Karena bawahan tidak suka bekerja, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman
3. Bawahan akan mengellakkan tanggung jawab dan sedapat mungkin hanya mengikuti perintah formal
4. Kebanyakan bawahan mengutamakan rasa aman (agar tidak ada alasan untuk dipecat) dan hanya menunjukkan sedikit ambisi
Sedangkan, dalam teori X diasumsikan bahwa :
1. Bawahan memandang bahwa pekerjaan sama alamiahnya dengan istirahat dan bermain
2. Seseorang yang memiliki komitmen pada tujuan akan melakukan pengarahan dan pengendalian diri
3. Seseorang yang biasa-biasa saja dapat belajar untuk menerima, bahkan mencari tanggung jawab
4. Kreativitas yaitu kemampuan untuk membuat keputusan yang baik (pendelegasian wewenang dan tanggung jawab)
· Impilkasi Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi
Teori ini memusatkan bagaimana seorang pemimpin memotivasi orang-orang
dengan tipe X dan Y sehingga mampu berkontribusi dalam organisasi. Tipe X
yang cenderung malas bekerja dan menyukai diperintah, mungkin akan
membuthkan saluran komunikasi yang formal, dimana pemimpin
menginstruksikan berbagai perintah secara formal. Berbeda dengan tipe Y,
antara pemimpin dengan bawahan akan lebih sering berkomunikasi secara
informal atau partisipatif. Hal ini dilakukan karena kedua belah pihak
sudah saling memahami dan bawahan memiliki pengalaman yang sudah baik.
Motivasi yang diberikan kepada tipe X, mungkin akan cenderung dengan
oemberian hukuman yang tegas, sehingag berbagai peraturan tertulis
sebagai media komunikasi akan sangat dibutuhkan. Sedangkan untuk tipe X,
komunikasi akan sangat mempengaruhi karena motivasi yang diberikan
lebih cenderung kepada aktualisasi diri untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan atau kebijakan dalam organisasi.
Teori Kepemimpinan Situasional
Teori ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth H. Blanchard (1974,
1977). Teori kepemimpinan situasional merupakan pengembangan dari
penelitian kepemimpinan yang diselesaikan di Ohio State University
(Stogdill dan Coons, 1957). Teori ini bersaumsi bahwa pemimpin yang
efektif tergantung pada kematangan bawahan dan kemapuan pemimpin untuk
menyelesaikan orientasinya, baik orientasi tugas maupun hubungan
kemanusiaan. Taraf kematangan bawahan terentang dalam satu kontinum dari
immatery ke maturity. Semakin dewasa bawahan, semakin matang individu
atau kelompok untuk melakukan tugas atau hubungan. Dalam kepemimpinan
situasional ini, Hersey dan Blanchard mengemukakan empat gaya
kepemimpinan sebagai berikut :
1. Telling (S1), yaitu perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan
tugas rendah. Gaya ini mempunyai ciri komunikasi satu arah, dimana
pemimpin yang berperan.
2. Selling (S2), perilaku dengan tigas tinggi dan hubungan tinggi.
Kebanyakan pengarahan masih dilakukan oleh pemimpin, tetapi sudah
mencoba komunikasi dua arah dengan dukungan sosioemosional supaya
bawahan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
3. Participating (S3), yaitu perilaku hubungan tinggi tugas rendah.
Pemimpin dan bawahan sama-sama memberikan kontribusi dalam mengambil
keputusan melalui komunikasi dua arah dan yang dipimpin cukup mampu dan
berpengalaman untuk melaksanakan tugas.
4. Delegating (S4), yaitu perilaku hubungan dan tugas rendah. Gaya
ini memberikan kesempatan kepada yang dipimpin untuk melaksanakan tugas
mereka sendiri melalui pendelegasian dan supervise yang bersifat umum.
Yang dipimpin adalah orang yang sudahj matang dalam melaksanakan tugas
dan matang pula secara psikologis.
· Implikasi Partisipatif dan Teori Kepemimpinan Situasional Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi
Dalam system komunikasi organisasi, partisipatif telah menggunakan
komunikasi dua arah, yaitu system atau pola komunikasi yang akan
menghasilkan umpan balik secara langsung dari komunikan untuk dijadikan
evaluasi. Pemimpin akan sering berkomunikasi dengan bawahan dalam
merumuskan hal-hal yang dapat dirumuskan dengan bawahan. Hal ini
menunjukkan bahwa komuniksai harus berfungsi juga sebagai persuatif dan
regulative. Kepemimpinan situasional memungkinkan seorang pemimpin
melaksanakan kepemimpinannya sesuai dengan kondisi yang terjadi. Untuk
komunikasi satu arah seperti Telling, mengharuskan pemimpin untuk lebih
banyak mengarahkan, hal ini dilakukan agar tugas yang dilaksanakan
sesuai dengan alur atau tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi satu
arah akan mengalami kesulitan dalam menerima umpan balik sebagai
evaluasi bagi organisasi. Terkadang dengan komunikasi satu arah, kondisi
kerja akan terasa kaku karena bersifat formal.
Dalam kepemimpinan situsional yang dikembangkan menjadi empat bagian,
membutuhkan komunikasi karena pada dasarnya kepemimpinan mempengaruhi
orang. Dalam kepemimpinn ini, Delegating dengan tugas dan perilaku yang
rendah menjdi aspek yang paling disukai apabila bawahan memiliki tingkat
kesiapan yang tinggi, karena ada kebebasan dan kepercayaan dari
pemimpin untuk berpartisipasi.